Jumat, 14 Maret 2014

Hujan dan Jutaan Ilham di Dalamnya

 

   Sisa tetes hujan yang tertinggal di atas -mungkin tersangkut pada dahan pohon atau ujung genteng- merasa ogah-ogahan untuk menetes. Kekuatan garvitasilah yang memaksanya untuk turun, hingga apa daya, tanpa perlawanan lagi, tetes air yang lemah pun meluncur seperti atlet lompat indah. Terjun dengan anggunya hingga kemudian melesap pada dataran yang basah.
 
   Mereka terjun satu-satu seritme dengan detak milik jam dinding. Meski sesekali ada dua tetes sekaligus yang turun, namun itu tidaklah menyalahi aturan apapun. Mungkin salah satu dari mereka takut jika harus terjun sendiri, jadi ia ditemani oleh sahabatnya. Atau mungkin, dua tetes air tersebut adalah pasangan yang saling mencintai, sehingga untuk urusan seperti inipun mereka harus melakukannya bersama.
 
   Ah... malam sedingin ini, aku meringkuk di sofa teras rumah, bergelung dengan selimut cokelat tua sambil menekuri tiap huruf kanji dan merapalnya bak mantera karena hari Senin esok ada kuis kanji tiga bab. Itu artinya ada sekitar 60 huruf kanji dengan ratusan kombinasi huruf yang berbeda.
 
   Di sudut sofa ini, aku duduk dengan tenang. Mau bagaimana lagi. Karena jika tidak, -kalau aku bergerak sedikit saja- maka akan ada udara yang bergerak dan terhembuslah angin dingin melalui celah selimut yang tersingkap. Ditambah kopi yang tadi sengaja kuseduh untuk menemani malah sudah habis, entah mengapa kopi itu lebih cepat habis dari yang kukira.
 
   Malam pasca hujan seperti ini -meski dingin dan sepi- selalu menawarkan ketenangan tersendiri. Membuat angan-angan menjadi bergelora saja. Pikiranku jadi berkembara pada hal yang tidak-tidak. Membuatku memikirkan tentang kehidupan dan sejuta pertanyaannya yang tak terjawab atau memikirkan tentang permintaan yang tak akan terkabulkan; seperti ingin kembali ke masa lalu atau berkunjung ke masa depan.
 
   Memikirkan dua hal tersebut membuat perasaaanku menjadi penuh.. Jadi ingat, beberapa pekan lalu, saat aku pulang kuliah, dari balik jendela sebuah rumah, nampak seorang anak kecil penyandang difabilitas. Kepalanya mendongak dan ia memberi langit sebuah tatapan kosong. Apa yang dipikirkan gadis kecil itu? Wajahnya murung, membuatku rela melakukan apapun jika memang mampu meringankan bebannya.
 
   Mengapa harus ada manusia yang terlahir tidak sempurna untuk sebuah kehidupan yang kejam? Tiba-tiba dunia menjadi tak adil dimataku. Hingga sesaat kemudian hujan pun turun. Orang-orang riuh rendah mengeluhkan tentang hujan yang turun dengan tiba-tiba. Wajah mereka seketika murung karena badan yang kebasahan. Namun tidak dengan gadis kecil itu. Matanya berkilat-kilat menyambut hujan. Ia tersenyum. Kini ia tersenyum pada langit. Sebegitu sederhananya kah? Ahhh... Rupanya kehidupan tak sekeras kelihatannya.
 
   Jadilah kini aku tumbuh dengan suara hati yang selalu berkata "suangar on*". Betapa luar biasanya kehidupan ini diciptakan. Bersyukur sekali bisa menjadi bagian dari kasih dan kuasaNya.

*suangar on (Bahasa Jawa) = gila keren banget

0 Komentar Darimu:

Posting Komentar

 

Say yeah!! Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template